Learning to make the future brighter

Pendidikan Masa Politik Etis di Indonesia

ADSENSE HERE!
Berbicara masalah pendidikan tentu kita akan melihat kenyataan sekarang bahwa pendidikan di Indonesia sekarang sedang mengalami sebuah proses untuk menjadi lebih baik lagi. Kita dapat melihat dari beberapa kali pergantian kurikulum yang terjadi di Indonesia. Sekarang mulai diterapkannya kurikulum baru yang bernama KTSP, yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan pada diri sesorang tiga aspek dalam kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Dalam upaya untuk mengembangkan tiga hal tersebut dapat dilakukan di sekolah, luar sekolah atau masyarakat dan keluarga. Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau enculturation, suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu.

Melihat kenyataan itu tentu kita akan berkaca kepada masa lalu bagaimana proses pendidikan di Indonesia ini dimulai. Bangsa Indonesia telah mengalami berbagai bentuk praktek pendidikan, pertama dimulai dari praktek pendidikan Hindu, pendidikan Budha, pendidikan Islam, pendidikan zaman VOC, pendidikan kolonila Belanda, pendidikan zaman pendudukan Jepang dan pendidikan zaman setelah kemerdekaan hingga sekarang.
Karena Belanda lebih lama menjajah Indonesia, maka sistem pendidikan Belanda lah yang lebih melekat di Indonesia, banyak contohnya antara lain dari bentuk sekolah, kelas dan susunan tempat duduk, sama persis dengan pendidikan zaman Belanda dulu. Maka pada tulisan ini akan dibahas mengenai pendidikan Zaman Kolonial Belanda.

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PADA PELAKSANAAN POLITIK ETIS KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA
Seperti disebutkan tadi bahwa bangsa Indonesia telah mengalami berbagai bentuk praktek pendidikan, salah satunya adalah pendidikan zaman kolonial Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Hal ini didasari oleh apa yang disebut dengan Trilogi Van Deventer. Sebelum trilogi Van Deventer dicetuskan, segala kebijakan politik eksploitasi diarahkan pada pengerukan kekayaan bumi Indonesia untuk kepentingan penjajah. Sebagai puncak dari politik eksploitasi adalah dengan diadakannya tanam paksa (cultuur stelsel).
Dengan diterapkannya cultuur stelsel semakin menambah penderitaan rakyat Indonesia. Melihat keadaan rakyat seperti itu membuat sebagian tokoh politik Belanda, terutama yang berpandangan humanis dan sosial demokrat. Mereka menyampaikan usul kepada parlemen Belanda bahwa sudah waktunya Belanda memikirkan nasib bangsa Indonesia. Mereka mendesak kepada pemerintah Belanda untuk meninjau kembali kebijakan politiknya terhadap Indonesia. Hal ini karena Belanda sudah dinilai cukup banyak mengambil kekayaan alam dari Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri. Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi (pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.

Dengan dilaksanakannya politik ETIS di Indonesia akhirnya anak-anak bumi putera mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan meskipun hanya pada tingkat rendah. Akan tetapi, anak-anak bumi putera yang berasal dari golongan tertentu dapat memperoleh pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Bahkan ada diantaranya yang dapat mengenyam pendidikan Barat.Pada dasarnya politik ETIS sendiri hanyalah siasat dari pemerintah Belanda. Selain untuk memenuhi tuntutan kaum humanis dan sosial demokrat Belanda, pemberlakuan politik ETIS di bidang pendidikan ada kaitannya dengan kepentingan politik pintu terbuka. Hal ini telah memunculkan kebutuhan akan tenaga yang terdidik dan terampil di bidang administrasi. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan Belanda. Dengan kata lain politik ETIS diselewengkan menjadi politik Assosiasi, artinya di dalam pelaksanaannya di arahkan untuk kepentingan Belanda.
Ada 5 ciri pendidikan pada masa kolonial Belanda, yaitu :
- Sistem Dualisme
Dalam sistem ini diadakan garis pemisah antara sistem pendidikan untuk golongan Eropah dan sistem pendidikan untuk golongan bumi putera.
- Sistem Korkondansi
Sistem ini berarti bahwa pendidikan di daerah penjajah di arahkan atau disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di negeri Belanda.
- Sentralisasi
Kebijakan pendidikan di zaman kolonial diurus oleh sebuah Departemen Pengajaran.
- Menghambat Gerakan Nasional
Sistem pendidikan pada masa itu sangat selektif. Masyarakat bumi putera tidak dapat memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi.
- Perguruan swasta yang militan
Salah satu sekolah swasta yang sangat gigih menetang kekuasaan kolonial ialah sekolah-sekolah Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara.

Secara umum pembagian sistem pendidikan zaman kolonial Belanda adalah sebagai berikut : (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi (THS, GHS).
Salah satu jenis sekolah pada pendidikan dasar adalah ELS (Europeesche Lagare School) adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. Sebagai bahasa pengantar pembelajarannya adalah Bahasa Belanda. Pada awalnya ELS hanya diperuntukkan bagi warga Belanda di Hindia Belanda. Namun, sejak 1903 kesempatan juga diberikan kepada orang-orang pribumi yang mampu dan warga Tionghoa.

Pada tingkatan pendidikan lanjutan sebagai contohnya adalah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang merupakan sekolah yang setara dengan tingkat SMP sekarang. MULO berarti "pendidikan dasar lebih luas". MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada akhir tahun 30-an, sekolah-sekolah MULO sudah ada hampir di setiap kota kawadanaan (kota kabupaten).
Untuk pendidikan tinggi ada THS (Technische Hooge School) di Bandung yang sekarang menjadi ITB (Institut Teknologi Bandung), RHS (Rechts Hooge School) di Jakarta yang sekarang menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan GHS (Geneeskudige Hooge School) di Jakarta yang sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

ADSENSE HERE!

3 comments:

  1. Apakah kurikulum yang (selalu) baru tersebut tidak akan menyulitkan pelajar???? Kenyataanya selalu menyulitkan pik. Membingungkan malah.
    Politik etis?, Pendidikan zaman sekarang? Gak ada hubunganya pik, sekarang pendidikan di Indonesia tidak memakai kata "etis" lagi kan? lebih tepatnya Pendidikan Neo-Liberalisme

    ReplyDelete
  2. @ Semut Item (Desta)
    Ya, buktinya saja sekarang, kurikulum yang diterapkan belum mampu mencerminkan sebuah kemajuan dalam bidang pendidikan. Pendidikan sekarang lebih dikomersilkan menurutku, kenapa? bayangkan saja waktu kita SMP dulu, SPP masih dibawah 10 ribu, sekarang? wah ga tau naiknya berapa ya, yang jelas jauh banget dengan dulu

    ReplyDelete
  3. bagus sekali info yang di berikan
    tambah betah blog agan
    terimakasih info nya

    ReplyDelete

Kepada Pengunjung jangan lupa komentarnya

-Untuk Pengguna Blogger gunakan google accountnya
-Untuk Pengguna Wordpress gunakan pilihan wordpress
-Untuk Pengguna lainnya (domain berbayar atau yg punya facebook) silahkan pilih Name/URL, kemudian masukkan nama dan alamat web atau facebook (profil).

Komentar anda sangat berguna bagi saya, terima kasih.

Copyright © Catatan Taufik. All rights reserved. Template by CB