Learning to make the future brighter

GERAKAN MELAWAN PEMERASAN DI DAERAH CIOMAS JAWA

ADSENSE HERE!
Masuknya kekuasaan Barat ke Indonesia telah membawa perubahan dan bahkan kegoncangan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Semenjak awal abad ke-19, Belanda mulai mengadakan pembaharuan politik kolonial. Belanda juga mempraktekkan sistem ekonomi baru. Akibatnya ada perubahan tata kehidupan di kalangan rakyat Indonesia. Tindakan Belanda menghapus kedudukan menurut adat penguasa pribumi dan menjadikan mereka pegawai pemerintah, meruntuhkan kewibawaan tradisionil penguasa pribumi. Kedudukan mereka akhirnya menjadi merosot.
Dengan masuknya sistem ekonomi-uang, maka beban rakyat bertambah berat. Sehingga kesejahteraan rakyat semakin merosot hingga mencapai tingkat kemiskinan yang tinggi. Praktek pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa telah menjadikan rakyat menjadi lemah.
Dalam menghadapi hal itu, rakyat pedesaan memiliki caranya sendiri untuk melawan, yaitu dalam bentuk gerakan sosial. Gerakan sosial ini dalam perwujudannya merupakan gerakan untuk menentang atau memprotes kepada pihak penguasa, baik pemerintah kolonial maupun penguasa setempat yang dianggap telah menjadi penyebab kesengsaraan atau penderitaan. Gerakan ini masih bersifat sederhana dan tidak tersusun dalam bentuk organisasi yang rapih, mereka juga tidak mendasarkan kepada rencana atau program-program.
Oleh sebab itu pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan mudah sekali ditindas oleh pihak Belanda. Bila pimpinannya telah ditumpas, maka hilanglah gerakan itu. Gerakan rakyat ini bersifat setempat dan tidak mempunyai kerjasama dengan daerah lainnya. Dapat dikatakan bahwa gerakan rakyat ini bersifat tradisionil. Tujuannya sering kali kabur. Pengikut gerakan ini hanya berharap akan datangnya keadaan yang tenteram, adil dan makmur. Tetapi mereka tidak mengetahui caranya untuk melaksanakan keadaan yang diharapkan itu.
Selama abad ke-19 dan awal abad ke-20 terus menerus timbul pemberontakan, kerusuhan, kegaduhan, berandalan, dan sebagainya. Hal ini cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah. Peristiwa tersebut banyak terjadi di daerah pedesaan. Boleh dikatakan hampir setiap tahun di salah satu daerah terjadi pergolakan dan kerusuhan, yang sering diwujudkan sebagai tindakan-tindakan yang bersifat agresif dan radikal. Sehingga pergolakan sosial menjadi endemis sifatnya. Gerakan itu ternyata merupakan kekuatan sosial yang besar untuk daerah pedesaan. Sikap rakyat dalam mengambil bagian dalam gerakan-gerakan sangat radikal, karena digerakkan oleh harapan-harapan yang timbul akibat ajaran mesianistis atau milenaristis dan juga dengan pandangan eskatologi yang bersifat revolusioner.
Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di tanah partikelir yang akhirnya berujung kepada kerusuhan. Kerusuhan tersebut disebabkan oleh adanya pungutan pajak yang tinggi dan beban pengerahan tenaga kerja-paksa yang sangat berat. Kerusuhan itu dilakukan oleh rakyat petani di pedesaan tanah partikelir. Mereka berontak karena telah ditindas dan diperas oleh penguasa tanah. Karena itu tindakan yang dilakukan banyak didorong oleh perasaan dendam dan kebencian.
Timbulnya tanah partikelir adalah sebagai akibat dari penjualan tanah yang dilakukan oleh Belanda semenjak zaman VOC, dan berjalan sampai abad ke-19. semua tanah partikelir berasal dari pemberian VOC kepada orang-orang yang telah berjasa dalam menjaga ketenteraman suatu daerah, seperti di Jakarta. Ada juga yang semula berasal dari milik pribadi seorang Gubernur Jenderal dan berturut-turut dimiliki oleh penggantinya. Daerah itu terdapat di sekitar Bogor. Mereka yang memperoleh tanah tersebut kemudian bertindak sebagai seorang tuan tanah yang mempunyai hak untuk menguasai penduduk yang diam di sana. Sebagai penguasa tanah, mereka mempunyai hak untuk menuntut penyerahan tenaga dan hasil tanahnya dari semua penghuninya.
Pada masa Daendels dan Raffles telah diadakan perbaikan, yaitu dengan adanya larangan kepada para tuan tanah untuk menerima sepersepuluh dari hasil tanah atau memungut penyerahan tenaga kerja yang berat. Dalam peraturan pemerintah tahun 1836, pemerintah juga mempunyai kekuasaan untuk melindungi para petani dan juga mengatur peradilan di tanah partikelir. Tetapi pada kenyataannya tindakan sewenang-wenang tetap juga berlaku dan rupanya telah berakar begitu dalam, sehingga menimbulkan kegelisahan di kalangan para petani, akhirnya meletus dalam bentuk kerusuhan-kerusuhan yang terjadi berulangkali. Seperti di Ciomas pada tahun 1886.
Tanah partikelir yang terletak di lereng Gunung Salak bagian utara terjual oleh Gubernur Jenderal Daendels. Kerusuhan di Ciomas yang terjadi pada tahun 1886 merupakan suatu pertentangan antara petani, tuan tanah dan pemerintah, dan dengan jelas menampilkan situasi yang ricuh.
Beberapa hal yang menggambarkan keadaan politik dan ekonomi daerah Ciomas sebelum meletusnya kerusuhan-kerusuhan antara lain :
1. para petani sangat benci terhadap pungutan cukai.
2. adanya ketidakadilan yang terjadi berulang-ulang yang berhubungan dengan salah satu praktek perbudakan.
3. terjadinya perbudakan yang lebih berat yaitu kerja paksa yang banyak dipraktekkan di kebun-kebun kopi atau pabrik.
4. adanya kewajiban semacam upeti yang sangat memberatkan rakyat.
5. dilarangnya ekspor padi, kerbau dan hasil bumi lainnya.
6. bila petani tidak dapat membayar hutangnya maka tanah, rumah, dan kerbaunya disita.
7. perluasan kekuasaan tanah sampai juga pada pengawasan penjualan ternak, rumput, dan kayu dan penebangan pohon.
8. wanita dan anak-anak diharuskan untuk bekerja selama sembilan hari setiap bulannya.
Dari situasi yang seperti itu maka tidak berlebihanlah bila telah menimbulkan situasi yang buruk dan pada akhirnya sampai mencapai situasi konflik yang tajam.
Menjelang pecahnya pemberontakan, banyak orang meninggalkan Ciomas untuk menghindari beban pemungutan pajak yang berat. Akibat lain ialah timbulnya penolakan para petani untuk bekerja paksa di perkebunan kopi dan ketidakpuasan mereka mulai meletus sebagai perlawanan yang terbuka dan yang penuh kekerasan.
Ada yang beranggapan bahwa “fanatisme agama” menjadi penggerak utama. Tetapi kenyataannya ada pergolakan petani yang terjadi hampir di segala tanah partikelir disebabkan oleh karena kericuhan cuke (pungutan pajak). Pendapat lain mengatakan bahwa pemberontakan itu didalangi oleh sekelompok pegawai pemerintah yang mengadakan persekongkolan untuk mengusir de Sturler sebagai tuan tanah.
Ketidakpuasan para petani merupakan mengambil bentuk pemberontakan secara langsung pada bulan Pebruari 1886, yaitu ketika Camat Ciomas, yang bernama Haji Abdurrakhim dibunuh. Sebulan sebelum pecahnya pemberontakan Ciomas. Mohammad Idris yang dilahirkan di Ciomas telah mengundurkan diri kelas Gunung Salak. Kemudian pindah dari satu tempat kelas tempat lain ia sangat marah kepada tuan tanah dan agennya.makin lama makin banyak pengikutnya. Akhirnya pada suatu pertemuan, Idris dan pengikutnya merencanakan untuk menyerang Ciomas. Tanggal 19 Mei 1886. mereka melaksanakan rencananya untuk menduduki Ciomas Selatan. Serangan dilakukan hanya kepada para tuan tanah. Pada 20 Mei di Gadok diselenggarakan upacara sedekah bumi yang dihadiri oleh semua pegawai tuan tanah. Melihat agen-agen tersebut, mereka langsung menyerang dan akhirnya 40 orang terbunuh dan 70 orang lainnya luka-luka. Namun para tuan tanah tidak hadir pada saat itu.
Suatu ciri penting dari pemberontakan Ciomas adalah adanya spontanitas waktu timbul dan selama perkembangannya. Dalam peristiwa itu masalahnya cukup jelas, petani merasakan tekanan dari pungutan pajak dan beban kerja yang berat. Tetapi pertentangan itu akhirnya menyatakan dirinya dalam ide-ide keagamaan. Kepercayaan agama yang mendasari gerakan itu dalam pembentukan kelas suatu tingkat persatuan terentu, terutama sekali dalam melakukan tindakan bersama.
Untuk memahami gerakan petani di tanah partikelir di Jawa Barat ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
1. jenis lingkungan budaya di mana ideologi gerakan itu berakar. Tradisi mesianistis di daerah ini tidak dijumpai.
2. kepemimpinan terletak di tangan orang “áwam”. Yaitu bukan pemimpin agama. Dapat diartikan bahwa sifat budaya dari tanah partikelir tidak terletak di pusat daerah Islam di Jawa.
3. peranan yang dimainkan oleh pelaku magico religius dalam perkembangan pemberontakan. Kepada merekalah orang yang hendak mencari keselamatan dan ketenteraman datang.
ADSENSE HERE!

2 comments:

Kepada Pengunjung jangan lupa komentarnya

-Untuk Pengguna Blogger gunakan google accountnya
-Untuk Pengguna Wordpress gunakan pilihan wordpress
-Untuk Pengguna lainnya (domain berbayar atau yg punya facebook) silahkan pilih Name/URL, kemudian masukkan nama dan alamat web atau facebook (profil).

Komentar anda sangat berguna bagi saya, terima kasih.

Copyright © Catatan Taufik. All rights reserved. Template by CB