Learning to make the future brighter

PKL (Praktek Kerja Lapangan) Ke Desa Muara Hunge



Mungkin terlambat saya menuliskan cerita ini yaitu tentang PKL ke desa Muara Hunge di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sudah lebih dari 2 bulan yang lalu namun tidak ada salahnya untuk berbgai cerita ya, walau bisa dibilang sudah basi ceritanya, hehe. Dimulai pada tanggal 26 Desember 2008 tepat hari Jum'at PKL ke desa Muara Hunge dilaksanakan, dengan jumlah peserta yang cukup sensasional 200 orang lebih terdiri dari 4 angkatan (2005-2008). Cukup kelabakan juga mengatur peserta yang ikut terutama panitia pelaksana. Didampingi 3 orang dosen, Pa Hairiyadi, Pa Zaenal dan Pa Rusdi kamipun berangkat ke Barabai. Beberapa kali kami mampir di warung untuk mengisi perut yang mulai berontak sejak tadi dan ada juga teman yang buang air kecil karena cuaca saat itu diwarnai gerimis sepanjang jalan.

Pukul 1 siang kami tiba di muara jalan sebelum memasuki jalan setapak menuju desa Muara Hunge, peralatan yang di bawa standar untuk PKL yaitu tas ransel, sandal gunung dengan kaos kaki (agar tidak lecet), pkaian secukupnya, makanan, kali ini kami membawa peralatan masak seperti panci, wajan dan lainnya (seperti kamping, hehe). Jam 2 tepat rombongan besar mulai berangkat menuju desa Muara Hunge, jalan yang ditempuh diperkirakan 9 km, biasanya kami menempuhnya antara 2-3 jam perjalanan.

Jalan-jalannya biasa saja menurut saya karena tidak ada yang menantang, cuma ada jalan yang sangat licin akibat hujan barusan, beberapa teman jatuh terpeleset karena kurang menjaga keseimbangan badan. Saya dapat tugas yang lumayan berat selama perjalanan, mengabadikan momen-momen PKL ini ke dalam handycam untuk dijadikan film dokumenter apalagi ini PKL yang terakhir saya ikuti bersama kawan-kawan angkatan 2005 jadi sayang jika tidak ada momen yang terekam untuk dilihat beberapa tahun mendatang.

Berat, karena harus selalu mengejar rombongan. setelah mengabadikan di rombongan belakang terus saya berlari mengejar rombongan yang di depan. Cukup kelelahan juga saya dengan aktivitas seperti itu, namun semua itu hilang setelah filmnya jadi. Kawan-kawan cukup senang melihatnya, ah tidak sia-sia apa yang saya lakukan.

Momen yang sangat menarik adalah ketika melewati jembatan gantung yang melintasi sungai Hunge, aliran sungai Hunge pada saat itu sangatlah deras. Hal ini sempat membuat kawan-kawan ketakutan untuk melewatinya. Mendekati senja kami tiba di Desa Muara Hunge, dilihat sepintas desa ini bisa dikategorikan desa peralihan, karena dari arsitektur rumahnya tidak seperti rumah dayak yang memiliki tiang pancang yang tinggi. Usut punya usus ternyata beberapa tahun yang lalu ada proyek dari Depsos untuk pembangunan pemukiman dayak di sini.

Untuk melepas lelah kami beristirahat sambil merebahkan badan di balai adat. Tidak lama setelah itu hujan yang sangat deras mengguyur desa, rombongan yang belum sampai terpaksa berhujan. Yah itulah resikonya jika PKL masalah cuaca tidak bisa diprediksi (bukan ahli cuaca sih, hehe). Malam pun tiba, kami tidak melakukan kegiatan apa-apa selain beristirahat. Perut laparpun kami tahan karena badan sudah tidak sanggup lagi melakukan aktivitas.

Pagi hari tiba, hari kedua kami pun mengawali kegiatan dengan memasak, maklum perut sudah berontak dari tadi malam. Masalah pun tiba, kayu yang akan dipakai untuk memasaka ternyata basah. Wah, alamat tidak bisa makan nih gumam kawan disampingku. Untunglah ada penduduk setempat yang berbaik hati memberi beberapa potong kayu untuk kami pakai, alhamdulillah akhirnya bisa makan juga. Beberapa saat kemudian makananpun siap kami dengan lahapnya makan. Begitulah kami ketika PKL kebersamaan selalu diutamakan.

Menjelang siang diisi dengan wawancara dengan penduduk setempat. Kami di bagi tugas oleh dosen untuk mencari tahu adat istiadat di desa Muara Hunge. Saya pun langsung memainkan kamera untuk mengambil obyek yang menurut saya menarik. Wawancara pun akhirnya selesai, para mahasiswa sibuk menyusun hasil laporan untuk dipresentasikan nanti malam di balai adat.

Malam hari setelah menyantap makan malam, mahasiswa mempresentasikan hasil wawancaranya di hadapan dosen dan mahasiswa lainnya serta penduduk setempat. Secara bergantian kelompok maju menyampaikan hasil laporannya dan mendapat apresiasi yang baik dari mahasiswa maupun penduduk. Acara itu ditutup dengan penampilan tarian tradisional masyarakat Muara Hunge. Tarian itu sebagai ucapan selamat datang kepada kami mahasiswa Sejarah FKIP UNLAM.

Hari terakhir kami pun bersiap diri merapikan segala yang kami bawa untuk segera bersiap pulang ke Banjarmasin, sebelum menempuh perjalanan "turun gunung" kami membersihkan balai adat untuk menghormati masyarakat setempat yang telah berbaik hati menerima kami. Setelah itu perjalanan pun dimulai dengan menempuh jalur yang sama ketika datang 2 hari yang lalu.

Setelah tiba di base camp Desa Natih kami beristirahat dengan bercanda bersama kawan-kawan sambil menunggu mobil jemputan. Setelah mobil datang kami pun segera masuk ke dalam mobil karena sudah tidak sabar lagi untuk pulang. Di Barabai kami mampir di sebuah warung makan untuk mengisi perut, makanannya sangat menggiurkan diantaranya ketupat kandangan (jarang sekali makan, makanya tergiur, hehe)

Malam tepatnya pukul 20.30 kami tiba dikampur tercinta UNLAM, setelah semua urusan dengan sopir selesai kami pun segera pulang ke rumah masing-masing (mandi coy, badan lengket semua, hehe). Saya kira sekian dulu cerita PKL, kalau ada kawan-kawan yang punya cerita menarik saya ingin tahu, boleh?

Bagaimana komentar anda?

Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan di Indonesia semakin hari semakin meningkat seiring dengan kondisi ekonomi global yang labil beberapa waktu terakhir ini. Entah bagaimana menggambarkannya kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Ditengah carut marut ekonomi global saat ini kita mencoba bertahan ditengah badai ekonomi global. Entah bagaimana cara mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Saya jadi teringat sebuah reality show di salah satu Tv swasta yang menampilkan seseorang yang memohon bantuan dengan cara menukarkan barang yang ia miliki dengan barang yang diiginkannya untuk keperluan di rumah (barter), namun berjam-jam tidak ada juga yang menolong. Akhirnya ada seseorang yang berbelas kasihan dengan orang tersebut kemudian memberikan bantuan dengan ikhlas. Setelah orang itu pergi ada crew dari acara tersebut mendatangi orang yang memberi bantuan tadi untuk memberikan imbalan atas pertolongan yang diberikannya.

Dari acara tersebut dapat diambil kesimpulan kondisi sosial Indonesia yang masih mementingkan diri mereka sendiri, namun untungnya masih ada orang yang mau menolong sesamanya tanpa mengharap imbalan apapun (ikhlas). Memang kemiskinan dapat menjadikan orang bertindak yang macam-macam saking putus asanya mereka terhadap keadaan. Ada yang menjadi peminta-minta, bahakan parahnya ada yang bertindak diluar aturan hukum seperti mencuri, merampok dan lainnya. Mereka seperti tidak ada cara lain untuk mempertahankan hidupnya.

Keadaanlah yang memaksa mereka melakukan hal itu. Seandainya kita semua mau membantu dengan sukarela seperti zaman Nabi Muhammad SAW atau setidaknya negara mau menjamin mereka tentu tidak seperti ini keadaannya. Bahkan dalam UUD 1945 disebutkan "fakir miskin dan kaum duafa dijamin oleh negara", namun dalam prakteknya hal ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Masih nampak dipinggir-pinggir jalan orang yang meminta-minta belas kasihan para pengendara untuk memberikan ala kadarnya bantuan pada mereka.

Dalam agama juga kita diajarkan agar tolong menolong terhadap sesama terutama saudara seiman, tinggal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bersama-sama mengentaskan kemiskinan, kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga tanggung jawab kita bersama. Mulailah dari diri kita sendiri untuk saling tolong menolong terhadap sesama.

Bagaimana komentar anda?

Sebuah Harapan Demokrasi Indonesia

Tulisan Demokrasi Indonesia? Sudah Kah? Mendapat reaksi dari beberapa kawan-kawan diantaranya
Nasrudin Ansori : Salah satu bukti kebablasan demokrasi alias kebebasan adalah tewasnya ketua DPRD SUMUT.
Mas Icang : Sepertinya kekalahan adalah tabu didalam demokrasi. Demokrasi bagi negeri ini adalah mutlak sebuah kemenangan.
Semut Item (Desta) : Demokrasi secara horizontal dapat dikatakan sebagai musyawarah. Yang kalah mendukung yang menang, secara vertikal demokrasi dikatakan sebagai fungsionalis dari individu.

Dari komentar tersebut saya bisa menyimpulkan demokrasi di Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya. Banyak kasus-kasus yang mencerminkan bahawa Indonesia belum bisa menjalankan demokrasi. Semut Item (Desta) memberikan pandangannya yaitu dengan mencontohkan keadaan pada masa sidang BPUPKI pada tahun 1945, disana demokrasi berjalan dengan baik pemimpin dipilih secara musyawarah dan yang kalah mendukung pihak yang menang. Jika dibandingkan dengan masa sekarang tentu jarang kita menemui hal tersebut. Demokrasi is no to lose, mungkin itu kesimpulannya. Ya, saat ini demokrasi tidak mengenal apa namanya kekalahan, banyak kasus-kasus seperti itu. Ketika pemilihan kepala daerah banyak diwarnai dengan bentrok antar kubu calon yang dipilih. Pada saat kampanye saja sudah seperti itu. Ketika sudah pada keputusan final bahawa si A yang terpilih, ada keberatan dari pihak lawan dan ini hampir terjadi di seluruh daerah.

Bagaimana Indonesia bisa maju kalau semua pihak seperti ini? Masyarakat butuh suatu keadaan yang kondusif untuk kemajuan bangsa, masyarakat butuh demokrasi yang sebenar-benarnya dimana yang kalah bisa mendukung pihak yang menang sehingga tidak ada perselisihan antara pihak-pihak terkait. Mungkin kita bisa mulai dari diri kita sendiri untuk bisa menjalankan demokrasi yang sebenarnya. Misalnya bermusyawarah ketika ada permasalahan yang memerlukan diskusi dengan orang lain dan ketika menemui jalan buntu dalam musyawarah dilakukanlah voting sebagai jalan terakhir untuk mengambil keputusan. Menghargai pendapat-pendapat orang lain yang tidak sepandangan dengan kita, sehingga tidak terjadi perselisihan. Menerima jika keputusan yang diambil tidak sesuai dengan harapan kita. Saya akui dilingkup terkecil kita belum bisa menjalankan hal ini. Inilah harapan terpendam yang mungkin diharapkan oleh bangsa Indonesia.

Jika bisa menjalankan semua itu sungguh sesuatu yang indah bagi bangsa ini. Semua kalangan tidak lagi terfokus pada kepentingan pribadi tetapi lebih memfokuskan diri pada kepentingan bangsa dan negara. Mari kita wujudkan harapan itu untuk kemajuan Indonesia ke depan menyongsong masa depan yang cerah bagi Indonesia.

Bagaimana komentar anda?

My Imagine Ganti Template

Akhirnya My Imagine mengganti templatenya, hehe biar ga bosen. Walau sempat terkendala dengan kode-kode yang agak ribet, akhirnya bisa diselesaikan.

Mungkin jika diperlukan akan diganti lagi yang lebih sesuai, jadi untuk sementara template ini dulu yang dipakai, maaf atas ketidaknyamanan ini.

Demokrasi Indonesia? Sudah kah?

Demokrasi, ya kata itu mulai bergaung semenjak reformasi bergulir tahun 1998, hampir 11 tahun yang lalu. Era kebebasan pun tiba, dengan disambut sorak sorai masyarakat yang tidak lagi terbelenggu oleh keterkungkungan yang terjadi pada era orde baru. Pers mulai bebas mengemukakan pikirannya, masyarakat mulai bisa mengkritik kebijakan pemerintah. Sehingga hal ini merupakan suatu yang membahagiakan saat itu. Kita bebas mengemukakan apa saja yang kita rasakan, tidak lagi merasa ketakutan akan ancaman-ancaman.

Namun sekarang apa yang terjadi? Melihat peristiwa-peristiwa saat ini, demokrasi yang kebablasan tanpa terkontrol lagi, unjuk rasa dimana-mana bahkan banyak yang mengarah ke arah tindakan anarkis, merusak fasilitas umum. Inikah demokrasi yang dicita-citakan? Ini impian yang ingin dicapai pada tahun 1998? Saya berpendapat ini bukanlah demokrasi, tapi pemaksaan kehendak tanpa memandang unsur-unsur tata etika dan aturan hukum. Bagaimana tidak, fasilitas umum yang digunakan untuk masyarakat malah dirusak seenaknya, setelah terjadi siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan itu? Akhirnya pemerintah juga yang menanggung semuanya.

Selasa kemarin sebuah kejadian yang cukup ironi menurut saya, sebuah unjuk rasa yang akhirnya memakan korban ketua DPRD Sumatera Utara, inikah yang disebut demokrasi? Saya justru iri dengan amerika walau saya juga tidak menyetujui kebijakannya yang cenderung bisa dibilang mendukung langkah Israel membombardir Palestina. Di Amerika demokrasi benar-benar berjalan dengan semestinya, orang bebas mengelurkan pendapatnya namun ada batasan-batasan yang harus dipatuhi. Dan ketika keinginan mereka belum bisa tercapai atau misalnya ketika ada yang menang dan kalah, mereka akan menerima dengan lapang dada kekalahan itu. Berbeda dengan di Indonesia, saya paham kita baru belajar apa yang disebut dengan demokrasi, namun saya pikir sudah cukuplah contoh-contoh dari negara lain untuk kita tiru sebagai pembelajaran demokrasi di Indonesia.

Memang dalam belajar itu perlu proses, tapi tidak perlulah sampai bertindak anarkis. Kita ini bangsa timur yang dikenal dengan sopan santunnya. Kita tentu ingin menjadi negara yang beradab, negara yang santun negara yang disegani oleh negara lain, kita tentu ingin itu semua. Mari kita bersama menjunjung tinggi demokrasi dan hindari tindakan anarki.

Tentang “Aku untuk Negeriku” Blog Competition 2009


Indonesia Paripurna! Negeri kita memang bukan negeri dongeng yang segalanya tampak indah dan sempurna. Bukan dihuni dengan penduduk yang selalu berpakaian indah dan selalu tersenyum karena semuanya sudah tersedia. Ini adalah negeri yang terus bergerak menuju jati dirinya, hingga kini. Ribuan budaya yang tinggi nilainya, ratusan juta kepala yang terus bergelut dalam kemelut, dengan segala carut marutnya. Inilah Indonesia, sebuah warisan Nusantara yang megah.

Tiap orang yang hidup di negeri ini adalah pemilik negeri. Mereka semua berhak bertutur untuk Indonesia. Karena negeri ini pun dibangun dari tiap tetes keringat presiden, politikus, petani, buruh, mahasiswa, tukang becak, penjual pecel, pemulung, pekerja bangunan, karyawan kantor yang berdasi, serta Anda. Semuanya bergerak untuk bisa memberi arti pada kalimat Indonesia Paripurna.

Kami yakin, satu dari Anda akan bisa menjadi inspirasi bagi lainnya. Dan setitik aksi, selalu lebih baik daripada sejuta mimpi namun terbenam hanya dalam pikiran.

“Aku untuk Negeriku” merupakan program kompetisi blog yang mengajak Anda semua berbagi cerita dan mimpi Anda tentang negeri ini. Tentang langkah-langkah inspiratif yang bisa Anda lakukan sebagai anak negeri untuk Indonesia.

Melalui blog Anda masing-masing, tuangkan semua ide dan pikiran. Boleh yang serius, boleh yang super kreatif, boleh yang segar. Tentang Indonesia yang terbaik menurut Anda dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya, dimulai dari diri sendiri ataupun lingkungan Anda.

Waktu Pelaksanaan Kompetisi:

* 12 Januari 2009 – 12 Februari 2009

Kriteria Penjurian:

* Isi yang sesuai dengan tema yang sedang dilombakan.
* Kreativitas, eksplorasi ide dan ruang lingkup informasi yang digunakan dalam tulisan yang diikutsertakan
* Interaksi pemilik blog dengan pembacanya.
* Posting yang diikutkan harus dipublikasikan pada saat kompetisi sedang berlangsung, bukan posting yang sudah dibuat sebelumnya dan belum pernah dipublikasikan.
* Posting bisa berupa tulisan, foto, atau lainnya.
* Khusus untuk tulisan, harus dalam Bahasa Indonesia.

Kriteria Khusus:

* Satu peserta, satu blog. (update 19.01.2009)
* Blog tidak mengandung unsur pornografi dan pornoaksi (update 24.01.2009)

Hadiah:

Pantia akan menyediakan hadiah sebagai berikut:

* Pemenang 1 : 1 buah Netbook
* Pemenang 2 : 1 buah HP 3G
* Pemenang 3 : 1 buah kamera digital

Penyerahan hadiah akan dilakukan di Jakarta. Transport dan akomodasi bagi pemenang yang berada di luar Jabotadebek akan disediakan. Untuk mendaftar silahkan klik di klik di sini
Copyright © Catatan Taufik. All rights reserved. Template by CB